Kolaborasi dengan organisasi profesi menjadi salah satu cara yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) terus berupaya membuka akses layanan jaminan keselamatan bagi masyarakat hingga ke wilayah perbatasan bahkan pulau-pulau terpencil.
Tidak terkecuali bagi mereka pekerja dengan risiko tinggi, seperti nelayan, pedagang kaki lima, tukang ojek, dan lainnya yang tinggal di Pulau Belakang Padang, Kota Batam, Kepulauan Riau.
BELAKANG PADANG, SUARAMANDIRIPOS.ID– Atus Elasi,50, pagi itu baru selesai menghadiri pertemuan rutin bersama persatuan nelayan yang ada di Pulau Belakang Padang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Sesekali Atus mengecek telepon genggam miliknya. Tidak lain untuk mengecek bukti setoran iuran BPJAMSOSTEK yang dibayarkan setiap bulannya.
Sudah sejak satu tahun belakangan ini warga Kelurahan Tanjungsari ini menjadi peserta BPJAMSOSTEK jalur mandiri.
Meskipun dengan pendapatan yang tidak menentu sebagai seorang pedagang kaki lima dan merupakan istri seorang nelayan ini, ia berhasil menyisihkan uang untuk membayar iuran setiap bulannya.
“Dulu tak pernah ikut, karena kami tidak pernah tahu, mungkin karena keterbatasan akses dan berada di pulau, sehingga saya tidak tahu ada jaminan perlindungan bagi saya yang merupakan pedagang,” kata dia saat dijumpai di rumah panggung miliknya.
Atus menceritakan kekhawatirannya terhadap masa tua ia dan suaminya. Kebetulan waktu itu, ia bersama ratusan warga yang bekerja sebagai nelayan, tukang ojek, pedagang pasar, hingga becak diundang untuk menghadiri sosialisasi yang digelar BPJAMSOSTEK.
Bertempat di Gedung Serbaguna, ia mendapatkan penjelasan dan berbagai informasi mengenai pentingnya jaminan keselamatan, serta manfaat yang dirasakan ketika ikut menjadi peserta.
“Sejak saat itu saya bersama anggota kelompok nelayan tergerak untuk ikut menjadi peserta.” ucapnya.
Ada dua kelompok nelayan di Kelurahan Tanjungsari, Atus merupakan anggota dari Kelompok Nelayan Berkah, sedangkan suaminya merupakan Kelompok Nelayan Jaya. Karena faktor usia, tidak semua anggota nelayan ikut bergabung walaupun mereka ingin menjadi peserta.
“Total di kelompok ini ada 7 peserta, namun di luar itu ada juga yaitu pedagang pasar sama seperti saya, karena suami merupakan nelayan, kalau kami ibu-ibu yang menjual hasil dari melaut,” jelasnya.
Atus menyadari pekerjaan sebagai nelayan sangat berisiko. Ditambah lagi jalur tempat mencari ikan sering dilalui kapal-kapal besar, sehingga ada risiko terjadi kecelakaan di laut.
Belum lagi cuaca ekstrem yang selalu terjadi setiap tahunnya, yang menyebabkan gelombang dan ombak tinggi, sehingga membahayakan nelayan ketika mencari ikan, guna menghidupi keluarga.
“Kalau terjadi kecelakaan, diorang (para nelayan, red) tak mau menyusahkan keluarga yang lain,” ujarnya dengan logat melayu yang merupakan bahasa khas di Kepulauan Riau ini.
Berkat adanya jaminan dari BPJAMSOSTEK, ia bersama puluhan nelayan dan pekerja lainnya merasa terlindungi, dan bisa bekerja dengan nyaman, tanpa harus mengkhawatirkan keluarga, jika terjadi sesuatu di laut.
“Itulah keuntungan yang kami dapatkan, makanya kami tergerak hati untuk ikut jadi peserta,” ujarnya.
Tidak saja aktif sebagai peserta, Atus juga aktif mengajak warga untuk ikut bergabung sebagai peserta. Di sela-sela kegiatan di pasar, ia mengedukasi pedagang, tukang becak dan nelayan lainya untuk menjadi peserta.
Ia mengakui memang tidak mudah untuk meyakinkan warga agar ikut dalam program dengan manfaat yang besar ini.
“Ada lima orang yang berhasil saya ajak untuk ikut. Karena mereka paham pentingnya program ini. Tapi ada juga yang belum tergerak hatinya. Namun setiap di kegiatan warga saya selalu sampaikan informasi ini, saya berharap nanti semua pekerja di sini bisa ikut,” ujarnya.
Dengan bantuan penyuluh nelayan dari Dinas Perikanan (Diskan) Batam, perempuan paruh baya ini selalu membayar iuran rutin sebesar Rp 16.800 untuk mendapatkan layanan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Dua produk andalan yang dimiliki BPJAMSOSTEK untuk melindungi pekerja informal.
Atus bertugas sebagai bendahara, sekaligus mengumpulkan iuran dari nelayan dan pekerja di pasar untuk disetorkan nanti kepada penyuluh nelayan yang juga merupakan agen Penggerak Jaminan Sosial Indonesia (Perisai). Karena lingkungan kerja berdekatan, jadi setiap bulan nenek tiga cucu ini aktif mengingatkan warga untuk membayar iuran mereka agar tidak telat.
“Setiap bulan saya ingatkan agar jangan telat. Sebab nanti terancam tidak aktif. jadi mereka setor ke saya uangnya. Saat Yahya (Agen Perisai, red) datang saya langsung setor,” ujarnya.
Ia mengakui karena di pulau tidak ada fasilitas yang menunjang seperti di kota. Selain itu rata-rata usia sudah muda dan tak cakap teknologi. Sehingga sangat terbantu dengan adanya Perisai tersebut.
“Sebab jarak dari pulau ke kota juga lumayan. Jadi meringankan juga adanya penyuluh ini,” ucapnya.
Hal yang sama diutarakan Akmal,46, memiliki anak-anak yang masih duduk di bangku pendidikan mendorong dia untuk bergabung dengan program BPJAMSOSTEK ini.
Meskipun memiliki pengalaman kurang lebih 30 tahun sebagai nelayan, tetap ada rasa khawatir terhadap bahaya yang dihadapi di laut saat bekerja.
Menggunakan boat kayu miliknya, ia berangkat ke laut untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Bapak dua anak ini terpaksa turun meskipun di tengah cuaca yang kurang bagus seperti angin utara yang merupakan momok menakutkan bagi nelayan.
“Mau tidak mau harus turun (pergi melaut, red) karena anak dan istri butuh makan. Walaupun cuaca buruk saya hanya turun sekali, tap kalau terjadi sesuatu bahaya juga. Makanya saya gabung ikut jadi peserta. Karena manfaatnya sangat besar,” ucapnya sambil sesekali menyesap kopi hitam miliknya.
Untuk mendapatkan ikan yang cukup bagus ia harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan sampai ke perbatasan negara antara Indonesia dan Singapura. Meskipun tidak melanggar batas negara, namun saat ada kapal besar lewat dan mengakibatkan adanya ombak, kapal kayu miliknya melewati batas negara.
Sehingga ini membahayakan, sebab tim pengaman laut dari negara tetangga akan langsung mengejar nelayan. Jenis ikan yang bagus akan dijual kepada pengepul dan diekspor ke Singapura seperti, ikan kerapu.
“Tentu kami harus pacu lagi kapal kayu untuk bisa kembali ke perairan Indonesia, di tengah kapal besar yang masih ada di depan mata,” ujarnya.
Akmal mengatakan untuk pendapatan tidak menentu, sebab tergantung hasil tangkapan. Kadang dalam satu bulan bisa dapat Rp.1-2 juta perbulan, itu bersih setelah biaya yang digunakan selama melaut. Meskipun begitu ia tetap ikut menjadi peserta, karena besarnya manfaat yang akan diterima nantinya.
Peran Ganda Agen Perisai
Agen Perisai, Yahya, mengatakan, saat ini kurang lebih ada 14 nelayan yang sudah menjadi peserta. Mereka setiap bulan menyetor kepada bendahara, dan ketika ia datang untuk memberikan penyuluhan, iuran akan diberikan, dan tugas selanjutnya menyetorkan ke BPJAMSOSTEK.
“Peran ganda. Selain agen Perisai saya juga Penyuluh. Harus rajin mengingatkan nelayan untuk tidak telat bayar iuran. Sebab kalau tiga bulan tidak bayar nanti bisa hilang. Dan saya tidak ingin itu terjadi, sebab nelayan ini sudah memiliki kesadaran yang sangat tinggi untuk melek jaminan keselamatan,” ujarnya.
Setiap bulan, ia selalu mengirimkan bukti pembayaran kepada nelayan yang sudah membayarkan iuran mereka.
Hal ini demi menjaga kepercayaan mereka kepada saya. Tentu mereka perlu bukti juga kalau iuran sudah dibayarkan,” bebernya.
Pria yang merupakan tenaga honorer di Diskan Batam ini mengatakan masih banyak nelayan yang belum mendaftar sebagai pesta.
Ini merupakan tugas besar. Tidak mudah memang mengubah pemikiran dan mengajak nelayan untuk ikut menjadi peserta. Perlu sosialisasi dan penyampaian informasi agar mereka paham.
Karena besarnya ancaman kecelakaan kerja di laut, ia sangat ingin semua nelayan ini bisa menjadi peserta. Beberapa kasus kecelakaan di laut menyebabkan nelayan tidak bisa kembali ke laut. Dengan pendapatan yang tidak menentu, tentu hal ini menyulitkan mereka ketika mengalami kecelakaan.
“Dengan adanya jaminan dari BPJAMSOSTEK ini mereka bisa bekerja dengan aman hingga akhir hayat. Dan manfaat yang dirasakan juga diperuntukkan bagi keluarga,” tambah Yahya.
Ia mengatakan Kecamatan Belakang Padang memang termasuk daerah perbatasan di wilayah Batam, Kepri. Kecamatan ini terdiri dari lima pulau besar, yakni Pulau Belakang Padang, Pulau Kasu, Pulau Pecong, Pulau Pemping, dan Pulau Terung.
Lalu ada beberapa pulau kecil yang sebagian berpenghuni dan sebagian lainnya kosong. Pulau Belakang Padang merupakan pulau yang terbesar dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Belakang Padang.
Mayoritas warga memang berprofesi sebagai nelayan, karena letak geografis yang memang kepulauan. Ancaman kecelakaan saat bekerja selalu ada.
Tidak sedikit terjadi tabrakan yang menyebabkan nelayan tidak bisa melaut lagi, bahkan meninggal dunia. Untuk itu penting sekali rasanya ada jaminan bagi mereka dan keluarga.
Pulau-pulau di Kecamatan Belakang Padang ini berhadapan langsung dengan Negeri Singa, Singapura.Dari Pulau Belakang Padang, misalnya.
Saat siang hari, warga bisa melihat gerak-gerik crane di pelabuhan peti kemas tersibuk kedua di dunia, yakni Pelabuhan Jurong Port, Singapura.
“Arus pelayaran juga sering dilalui kapal besar yang melintas, karena letaknya berdekatan dengan Singapura. Program in sangat membantu puluhan pekerja informal yang ada di sini,” sebutnya.
Kelurahan Tanjungsari memiliki kurang lebih 1.505 KK, dan mayoritas merupakan nelayan. Sebagian juga ada yang meninggalkan pulau karena alasan pekerjaan dan pendidikan. Sedangkan mereka yang terlahir dan besar dengan kehidupan nelayan tetap melanjutkan profesi tersebut.
Dengan menyisihkan pendapatan mereka setiap bulannya, nelayan membayar sendiri (mandiri) jaminan keselamatan mereka. Berharap ada perlindungan bagi mereka ketika menunaikan pekerjaan mereka di laut.
“Bahaya di laut siapa yang tahu, tapi jaminan ini sangat penting. Karena bisa menjadi jaminan bagi mereka jika terjadi sesuatu dan keluarga pastinya. Sebab untuk saat ini belum ada program pemerintah yang mengcover pekerja informal ini. Kesadaran mereka sangat tinggi, jadi saya mendorong agar seluruh pekerja informal untuk bisa peduli terhadap keselamatan mereka,” bebernya.
Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, mengatakan, jumlah pekerja di Indonesia lebih banyak berada di sektor informal daripada formal.
Sehingga, keikutsertaan dalam BPJAMSOSTEK bisa memberikan manfaat kepada mereka dan keluarganya.
Saat ini baru ada 300 pekerja rentan yang masuk sebagai peserta. Kesadaran mandiri ini sangat penting mengingat besarnya risiko yang dijalani ketika menjalankan tugas. Mulai dari tukang ojek, nelayan, dan pekerja lainnya.
Direktur Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) Zainudin, menjelaskan, bahwa jangkauan kepesertaan program BPU baru mencapai 6,87 persen dari total peserta aktif maupun nonaktif.
Target ini ditetapkan seiring dengan terbitnya Inpres No. 2/2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Dalam instruksi ini, Presiden memerintahkan menteri-menterinya untuk mendorong perluasan kepesertaan pekerja dalam program jaminan sosial, termasuk di kalangan petani, penerima kredit usaha rakyat (KUR), dan pelaku UMKM.
“Kami mengalihkan fokus dari pekerja formal untuk program penerima upah ke pekerja informal yang merupakan peserta program BPU dan UMKM dengan strategi baru untuk meningkatkan jangkauan kepesertaan,” kata Zainuddin dalam jawaban tertulis, Minggu (4/11/2021).
Dia mengatakan optimalisasi dilakukan melalui kerja sama dengan kementerian/lembaga terkait. Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan memperluas kemudahan akses pendaftaran dan pembayaran iuran pada kanal digital serta meningkatkan peran agen perbankan serta agen lainnya yang telah bekerjasama dengan perusahaan.
Kolaborasi kampanye bersama platform dagang-el, kata Zainudin, juga dilakukan secara masif demi perluasan informasi dan edukasi kesadaran pentingnya perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Dampak strategi baru ini sudah mulai terlihat dari tren kepesertaan aktif yang membayar iuran di Program BPU,” katanya.
Data memperlihatkan bahwa peserta aktif yang membayar iuran di program BPU mencapai 3,03 juta tenaga kerja pada Oktober 2021.
Angka ini meningkat 41,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020 sebesar 2,14 juta tenaga kerja. Tingkat partisipasi pekerja informal dalam program jaminan sosial sendiri kontras dengan struktur tenaga kerja nasional.
Per Agustus 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan dari 131,05 juta orang yang bekerja, 59,45 persen diantaranya merupakan pekerja informal.
Pekerja informal sendiri mencakup pekerja yang melakukan usaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar.
Untuk manfaat dua program tersebut di antaranya, JKM (meninggal dunia)santunan yang dibayarkan sekaligus kepada janda atau duda atau anak kandung peserta, antara lain,
Biaya pemakaman sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Santunan berupa uang sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Santunan berkala selama 24 (dua puluh empat) bulan atau 2 (dua) tahun berupa uang sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap bulannya.
Beasiswa pendidikan bagi anak peserta dengan masa iur minimal 3 (tiga) tahun diberikan kepada 2 (dua) orang anak yang diberikan berkala setiap tahun sesuai dengan tingkat pendidikan anak peserta dengan maksimal hingga 174 juta.
Manfaat untuk JKK (Kecelakaan Kerja) berupa, penggantian biaya transportasi (maksimum)darat / sungai / dana Rp. 5.000.000, laut Rp. 2.000.000, udara Rp. 10.000.000. Selanjutya santunan sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) selama enam bulan pertama, 100% x upah sebulan yang dilaporkan, enam bulan kedua, 100% x upah sebulan yang dilaporkan, enam bulan ketiga dan seterusnya 50% x upah sebulan yang dilaporkan.
Serta penggantian biaya pengobatan dan perawatan sesuai dengan kebutuhan medisnya. Penggantian biaya rehabilitasi medik berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi anggota badan hilang dan tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh pusat rehabilitasi rumah sakit umum pemerintah ditambah 40% dari harga tersebut serta biaya rehabilitasi medik. Penggantian gigi tiruan (maksimum) Rp.5.000.000.
Santunan Cacat dengan rincian, sebagian Anatomi % tabel x 80 x upah sebulan yang dilaporkan.
Cacat Total Tetap ditanggung 70% x 80 bulan upah sebulan yang dilaporkan. Sebagian Fungsi %kurang fungsi x %tabel x 80 x upah sebulan. Santunan Kematian 60% x 80 upah sebulan (paling sedikit sebesar JKM). Berkala (24 bulan) Rp. 500.000 perbulan atau sekaligus Rp.12.000.000. Biaya Pemakaman Rp. 10.000.000.
Serta beasiswa pendidikan bagi anak peserta dengan masa iur minimal 3 (tiga) tahun diberikan kepada 2 (dua) orang anak yang diberikan berkala setiap tahun sesuai dengan tingkat pendidikan anak peserta dengan maksimal hingga 174 juta.
Redaksi : JASNIWATI
Sumber : Btmpos.co.id
Discussion about this post